Nek Irah tak Ingin Rumah Kenangan Suaminya Ambruk

14 March 2022 (Batas Waktu)

Terkumpul Rp. 360,291 dari Rp. 20,000,000 (2%)
Donasi Sekarang

Nek Irah Eje atau lebih dikenal dengan panggilan Nek Irah adalah seorang buruh yang kini telah menginjak usia 70 tahun. Di usia yang seharusnya kebanyakan orang tinggal beristirahat dan menikmati masa tua ia tetap harus bekerja, bukan sebagai buruh pabrik, melainkan buruh bebersih sekolah, kebun-kebun warga.

Ia otomatis menjadi pejuang kehidupan dikeluarganya menghidupi anak-anaknya seorang diri pasca suaminya meninggal karena sakit.

Menghidupi kelima anak-anaknya seorang diri bukanlah hal yang mudah bagi wanita berusia separuh baya kala itu. Perjuangan pahit getir hidup telah ia jalani untuk membesarkan anak-anak tercintanya dan Allah tidaklah berdiam diri, dengan kasih sayang Allah Hingga saat ini Nek Irah telah memiliki Cucu.

Meski begitu ia lebih memilih untuk tinggal dirumah peninggalan suaminya yang berada di dataran tinggi (perbukitan) yang secara akses agak sulit menempuhnya dibanding rumah-rumah tetangganya. Bukan tanpa alasan Nek Irah lebih memilih tinggal dirumah tersebut, selain karena tempat bersejarah bagi Nek Irah dan Suaminya yang telah tiada, juga karena ia tak mau merepotkan anak-anaknya yang kini juga berjuang menghidupi keluarga dan cucu-cucu Nek Irah

Kondisi anak-anaknya yang kini juga tengah bekerja susah payah sebagai seorang buruh serabutan semakin menguatkan tekad bahwa ia harus hidup sendiri tanpa merepotkan anak-anaknya.

“Nenek mah Alhamdulillah udah Allah kasih sehat juga a, yang penting ga ngerepotin orang lain” ucap Nek Irah. Dari semangat itulah kemudian Nek Irah setiap harinya tak pernah berhenti bekerja, awalnya ketika kondisi normal ia bisa bantu-bantu bebersih sekolah di Kampung Jombre tempat tinggalnya dari pagi sampai sore. Namun karena kondisi pandemi seperti ini, terpaksa ia harus kehilangan sumber mata pencaharian sehari-harinya.

Tak mau patah semangat, Nek Irah tetap berikhtiar untuk dapat menyambung hidup sehari-hari dengan berjualan asin. Namun sangat disayangkan usahanya masih belum bisa menutupi untuk kebutuhan sehari-hari dan cita-cita Nek Irah untuk bisa merenovasi rumah. Pasalnya sejak suaminya sakit sampai tiada ia tak pernah punya kesempatan untuk berusaha merenovasi rumahnya karena ia harus terus merawat suaminya yang sakit sekaligus mengurus anak-anaknya, bahkan untuk toilet layak pun mereka tidak memilikinya. Toilet yang Nek Irah miliki hanya dapat digunakan ketika kondisi cerah, manakala hujan tak bisa digunakan karena toilet tak beratap.

Kondisi rumah yang semakin termakan oleh usia pun menjadi kisah pilu tersendiri bagi Nek Irah, atap yang selalu bocor manakala hujan besar membuat satu persatu perabotan dirumahnya rusak lapuk karena air hujan yang masuk kedalam rumahnya.